Masa Depan Ekonomi Dunia

Metodologi Ekonomi Islam

Ditulis oleh Muhammad Imaduddin*
Selama ini kalau kita berbicara tentang muamalah, terutama ekonomi, kita akan berbicara tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Hal ini memang merupakan prinsip dasar dari muamalah itu sendiri, yang menyatakan: “Perhatikan apa yang dilarang, diluar itu maka boleh dikerjakan.” Tetapi pertanyaan kemudian mengemuka, seperti apakah ekonomi dalam sudut pandang Islam itu sendiri? Bagaimana filosofi dan kerangkanya? Dan bagaimanakah ekonomi Islam yang ideal itu?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka sebenarnya kita perlu melihat bagaimanakah metodologi dari ekonomi Islam itu sendiri. Muhammad Anas Zarqa (1992), menjelaskan bahwa ekonomi Islam itu terdiri dari 3 kerangka metodologi. Pertama adalah presumptions and ideas, atau yang disebut dengan ide dan prinsip dasar dari ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari Al Qur’an, Sunnah, dan Fiqih Al Maqasid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu sendiri. Kedua adalah nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep utilitas dalam Islam. Terakhir, yang disebut dengan positive part of economics science. Bagian ini menjelaskan tentang realita ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan dalam kondisi nyata dan riil. Melalui tiga pendekatan metodologi tersebut, maka ekonomi Islam dibangun.

Ahli ekonomi Islam lainnya, Masudul Alam Choudhury (1998), menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi Islam itu perlu menggunakan shuratic process, atau pendekatan syura. Syura itu bukan demokrasi. Shuratic process adalah metodologi individual digantikan oleh sebuah konsensus para ahli dan pelaku pasar dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan perilaku pasar. Individualisme yang merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak dapat lagi bertahan, karena tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat, sehingga terciptalah sebuah jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Pertanyaan kemudian muncul, apakah konsep Islam dalam ekonomi bisa diterapkan di suatu negara, misalnya di negara kita? Memang baru-baru ini muncul ide untuk menciptakan dual economic system di negara kita, dimana ekonomi konvensional diterapkan bersamaan dengan ekonomi Islam. Tapi mungkinkah Islam bisa diterapkan dalam kondisi ekonomi yang nyata?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Umar Chapra (2000) menjelaskan bahwa terdapat dua aliran dalam ekonomi, yaitu aliran normatif dan positif. Aliran normatif itu selalu memandang sesuatu permasalahan dari yang seharusnya terjadi, sehingga terkesan idealis dan perfeksionis. Sedangkan aliran positif memandang permasalahan dari realita dan fakta yang terjadi. Aliran positif ini pun kemudian menghasilkan perilaku manusia yang rasional. Perilaku yang selalu melihat masalah ekonomi dari sudut pandang rasio dan nalarnya. Kedua aliran ini merupakan ekstrim diantara dua kutub yang berbeda.

Lalu apa hubungannya kedua aliran tersebut dengan pelaksanaan ekonomi Islam? Ternyata hubungannya adalah akan selalu ada orang-orang yang mempunyai pikiran dan ide yang bersumber dari dua aliran tersebut. Jadi atau tidak jadi ekonomi Islam akan diterapkan, akan ada yang menentang dan mendukungnya. Oleh karena itu sebagai orang yang optimis, maka penulis akan menyatakan ‘Ya’, Islam dapat diterapkan dalam sebuah sistem ekonomi.

Tetapi optimisme ini akan dapat terwujud manakala etika dan perilaku pasar sudah berubah. Dalam Islam etika berperan penting dalam menciptakan utilitas atau kepuasan (Tag El Din, 2005). Konsep Islam menyatakan bahwa kepuasan optimal akan tercipta manakala pihak lain sudah mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan, yang juga diikuti dengan kepuasan yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya memandang penting adanya distribusi, kemudian lahirlah zakat sebagai bentuk dari distribusi itu sendiri.

Maka, sesungguhnya kerangka dasar dari ekonomi Islam didasari oleh tiga metodolodi dari Muhammad Anas Zarqa, yang kemudian dikombinasikan dengan efektivitas distribusi zakat serta penerapan konsep shuratic process (konsensus bersama) dalam setiap pelaksanaannya. Dari kerangka tersebut, insyaAllah ekonomi Islam dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu harus dibungkus oleh etika dari para pelakunya serta peningkatan kualitas sumber daya manusianya (Al Harran, 1996). Utilitas yang optimal akan lahir manakala distribusi dan adanya etika yang menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi. Oleh karena itu semangat untuk memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus dikampanyekan kepada seluruh sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar ekonomi Islam dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan menciptakan keadilan sosial, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya.

Wallahu ‘alamu bishowwab.


Keterangan:
Penulis adalah Mahasiswa S2 Islamic Banking, Finance, and Management di Markfield Institute of Higher Education (MIHE), Markfield, Leicestershire, Inggris.





Referensi:
Al-Harran, Saad. (1996). Islamic Finance Need a New Paradigm. Tersedia dalam: Tanggal akses: 28 Oktober 2005.
Choudhury, Masudul Alam. (1998). Studies in Islamic Social Sciences. Great Britain: Macmillan Press Ltd.
Hafidhuddin, Didin. (2005). Prinsip Dasar Ekonomi Islam. Bahan Kuliah Mata Kuliah Ekonomi Syariah 1. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Tag El Din, Seif El Din. (2005). Moral Policy: Equity and Growth Strategy. Lecture of Islamic Economics. Markfield Institute of Higher Education.
Zarqa, Mohammad Anas. (1992). “Methodology of Islamic Economics”, dalam Ahmad, Ausaf and Awan, Kazim Raza (Ed.), Lectures on Islamic Economics (hal 50). Jeddah: Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank.
sumber pesantrenvirtual.com

[+/-] Selengkapnya...

ETIKA KERJA DALAM ISLAM

PENDAHULUAN

Di dalam Perlembagaan Negara ini – Bahagian 1, perkara 3 (I) – tercatat: “Agama Islam ialah Agama persekutuan; tetapi agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai di mana-mana bahagian persekutuan”.

Oleh kerana agama adalah suatu ciri penting bagi negara ini maka sewajarnyalah kita berusaha menerapkan nilai-nilai Islam kepada tatacara perkhidmatan awam negara, ini selaras dengan peruntukan perlembagaan seperti yang tertera di atas. Sebagai permulaan, hendaklah disedari bahawa Islam menuntut setiap manusia bekerja, berusaha mencari rezeki bagi menyara dirinya, keluarganya dan juga bagi ibubapanya yang telah tua. Di samping itu Islam juga menyatakan bahawa sesuatu “KERJA” yang halal ialah tugas yang diamanahkan oleh Allah kepada seseorang insan. Maka apabila seseorang itu menjalankan tugasnya ataupun bekerja, dengan sendirinya bererti, bahawa insan tersebut sedang menunaikan amanah Allah. Dengan kata-kata lain hamba Allah itu beribadat. Maka menurut Islam setiap kerja yang diredhai oleh Allah dan disertai dengan niat adalah ibadat. Oleh demikian setiap insan hendaklah menyedari dan menghayati bahawa setiap kegiatannya menjalankan kerja yang halal adalah wajib baginya dan kegiatannya itu sekiranya dimulai dengan niat, hendaklah dianggap sebagai ibadat. Bahkan Nabi Muhammad S.A.W. ada bersabda yang bermaksud:

“Barangsiapa bekerja untuk anak isterinya melalui jalan yang halal, maka bagi mereka pahala seperti orang yang berjihad di jalan Allah.”
(Riwayat Al- Bukhari)

Selain dari itu Rasulullah S.A.W. juga ada bersabda yang bermaksud:

“Mencari kerja yang halal itu adalah fardhu selepas fardhu”.
(Riwayat Al- Baihaqi)

Di samping itu kita hendaklah juga mengetahui bahawa setiap tugas atau kerja yang diberi oleh Allah kepada seseorang itu adalah menurut kemampuan orang yang berkenaan seperti yang ternyata di dalam firman Allah yang bermaksud:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan apa yang terdaya olehnya”.
(Al-Baqarah : 286)

Ayat ini menegaskan bahawa tidak ada sebab bagi seseorang pekerja itu mengeluh dan mengatakan bahawa tugasnya terlalu berat dan sukar. Dengan sendirinya ayat itu jua menekankan bahawa seseorang pekerja itu boleh menyelesaikan segala tugas jawatannya melainkan pekerja itu sendiri tidak mahu menunaikan tanggungjawabnya.

Selain dari itu setiap manusia hendaklah insaf bahawa menurut ajaran Islam setiap kegiatan kita di dunia ini akan diperhitungkan di akhirat nanti sebagaimana ternyata di dalam firman Allah yang bermaksud:

“Tiap-tiap diri bertanggungjawab terhadap apa yang telah diperbuatnya”.
(Al-Muddaththir : 38)

Ini bererti iaitu sekira kita tidak menunaikan kerja kita dengan sewajarnya, seperti kita mencuri masa dengan membuat kerja peribadi di dalam waktu pejabat, melengah-lengahkan bayaran kepada pemborong, meluluskan permohonan yang sepatutnya ditolak dan seumpamanya maka semestinyalah kita akan dihukum di akhirat kelak walaupun kita mungkin terlepas daripada tindakan tatatertib atau pun hukuman di dunia ini. Sebaliknya berbahagialah kita di dunia dan di akhirat sekiranya kita melaksanakan tugas kita dengan sewajarnya menurut tuntutan Islam.

Daripada semua yang diutarakan di atas ini jelaslah bahawa menurut ajaran Islam, setiap manusia wajib mempunyai kerja. Islam benci kepada pengemis dan penganggur. Di samping itu seseorang pekerja mestilah melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya kerana Allah telah menegaskan bahawa setiap pekerja itu berupaya dan mampu untuk menunaikan tanggungjawabnya. Samada seseorang pekerja itu dapat menunaikan tugasnya dengan baik atau tidak hanyalah bergantung kepada sikap pekerja itu sendiri. Seterusnya setiap kegiatan pekerja itu akan menerima ganjaran yang sewajarnya di akhirat nanti. Berasaskan semuanya ini maka etika kerja dalam Islam adalah seperti :

1. Bekerja Dengan Azam Mengabdikan Diri Kepada Allah

2. Bekerja Dengan ikhlas Dan Amanah

3. Bekerja Dengan Tekun Dan Cekap

4. Bekerja Dengan Semangat Gotong-Royong Dan Berpadu Fikiran

5. Bekerja Dengan Matlamat Kebahagiaan Manusia Sejagat


ETIKA KERJA PERTAMA:

Bekerja Dengan Azam Mengabdikan Diri Kepada Allah

Dengan menyedari dan menghayati bahawa manusia adalah hamba Allah, maka sewajarnyalah setiap manusia mengabdikan dirinya kepada Allah, dengan mengikuti segala suruhan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya selaras dengan firman Allah S.W.T. yang bermaksud:

“Wahai sekalian manusia! Sembahlah Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang terdahulu daripada kamu supaya kamu bertaqwa”.
(Al-Baqarah : 21)

Selanjutnya, dikemukakan satu lagi firman Allah yang maksudnya adalah seperti berikut:

“Wahai orang-orang yang berilmu, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan kepada orang yang berkuasa dari kalangan kamu.”
(An-Nisaa’ : 59)

Ayat ini pula menyuruh kita taat bukan sahaja kepada Allah tetapi juga kepada Rasulullah S.A.W. dan kerajaan kerana kerajaan itulah yang dimaksudkan dengan ‘‘orang yang berkuasa dari kalangan kamu’’. Bagi mentaati Allah dan Rasulullah S.A.W. maka setiap manusia hendaklah mempunyai kerja yang halal. Bagi mentaati kerajaan pula setiap pekerja awam hendaklah menjalankan tugasnya dengan sepenuh kesedaran bahawa jawatannya itu adalah amanah Allah kepadanya. Sekiranya ia tidak menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya maka bererti pekerja tersebut telah pecah amanah kepada Allah. Sanggupkah kita yang mengakui bahawa kita ini hamba Allah, melakukan pecah amanah kepada Allah ?

Seterusnya seseorang pekerja hendaklah menyedari dan menghayati bahawa bekerja mencari nafkah yang dimulai dengan niat itu adalah ibadat. Bahkan Rasulullah S.A.W. telah bersabda yang bermaksud :

"Orang yang mencari penghidupan itu adalah kawan Tuhan".
(Riwayat Al-Bukhari)

Dengan memahami maksud hadis ini dan menyedari bahawa bekerja itu bererti beribadat maka sewajarnyalah bagi setiap pekerja berusaha menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.


ETIKA KERJA KEDUA :

Bekerja Dengan ikhlas Dan Amanah

Bekerja dengan ikhlas bererti bekerja dengan sepenuh kerelaan dan dengan suci hati untuk mencari keredhaan Allah. Setiap pekerja harus menyedari bahawa jawatan yang di pegangnya adalah hasil permohonannya sendiri dan buakanlah ia dipaksa memenuhi jawatan tersebut. Maka dengan sendirinya wajarlah seseorang pekerja itu menjalankan tugasnya dengan sepenuh kerelaan apalagi dengan kesedaran bahawa kerja yang dilaksanakan olehnya itu adalah suatu amal saleh dalam usahanya mengabdikan diri kepada Penciptanya di samping berusaha untuk menyara dirinya dan keluarganya yang dikasihi dan berkhidmat kepada masyarakat.

Seterusnya setiap insan mestilah bersyukur kepada Allah kerana rahmat-Nya kepada kita yang tidak terhitung banyak-nya dan satu daripadanya ialah yang kita sandangi ini. Kesyukuran kita seharusnya memuncak lagi sekiranya kita menginsafi bahawa banyak lagi manusia lain yang masih menganggur dan tidak dapat menyara keluarganya dengan sewajarnya. Kita juga hendaklah bersyukur kerana dengan jawatan atau kerja kita ini, kita dapat mengikut serta menyumbangkan tenaga di dalam usaha membangunkan negara kita yang tercinta. Moga-moga tercapailah cita-cita suci kita untuk membangunkan suatu negara yang direhdai Allah seperti firman-Nya:

“Negara yang makmur serta mendapat keampunan Tuhan”
(Saba’: 15)

Sekiranya kita dapat menghayati dan mensyukuri segala rahmat Allah itu, insya Allah kita akan dapat menunaikan tugas kita dengan ikhlas. Rasulullah S.A.W. telah bersabda yang bermaksud :

‘Sebaik-baik manusia ialah orang yang paling banyak bermanfaat bagi sesama manusia’.
(Riwayat Al-Quda’)

Di dalam pendahuluan rencana ini, telah dinyatakan bahawa sesuatu kerja atau jawatan itu adalah amanah Allah kepada kita. Maka dengan kesedaran bahawa kita ini adalah hamba Allah yang dijadikan-Nya, sewajarnyalah kita menunaikan amanah tersebut sedaya upaya kerana Allah telah berfirman dan maksudnya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya”.
(An-Nisaa’ : 58)

Selain dari itu kita semua menyedari bahawa sesuatu kerja atau jawatan adalah hasil daripada perjanjian yang disetujui bersama di antara pekerja dengan majikan. Pekerja berjanji akan menunaikan tugasnya dan majikan pula berjanji akan membayar gaji yang tertentu setiap bulan. Oleh demikian sewajarnyalah kedua-dua pihak iaitu pekerja dan majikan memenuhi perjanjian tersebut. Sekiranya seseorang pekerja itu tidak menunaikan tugasnya dengan sewajarnya tetapi sanggup menerima gajinya dengan sepenuhnya maka pekerja tersebut bolehlah dianggap sebagai seorang yang menipu dan telah memecahkan janjinya. Dengan sendirinya pekerja itu telah mengingkari perintah Allah kerana Allah telah berfirman dengan maksudnya :

“Wahai orang yang beriman, sempurnakanlah janjimu”.
(Al-Maidah : 1)

Hadith Rasulullah S.A.W. juga menegaskan dengan maksud:

“Sesiapa menipu, bukanlah ia dari golongan kami”.
(Riwayat Muslim)

Pepatah melayu pula mengatakan : “Kerbau dipegang pada talinya, manusia dipegang pada janjinya”.

Pepatah ini membayangkan bahawa manusia yang menipu itu adalah lebih hina daripada kerbau.

Dengan hujah-hujah yang dikemukakan itu sanggupkah lagi kita mengabaikan kerja atau tugas masing-masing? Sanggupkah kita mengkhianati amanah Allah, Allah yang telah mengurniakan kita dengan akal dan fikiran?Tepuklah dada tanyalah selera.


ETIKA KERJA KETIGA:

Bekerja Dengan Tekun Dan Cekap

Ketekunan adalah suatu sifat yang amat diperlukan oleh seseorang pekerja. Setiap pekerja akan dapat meningkatkan kecekapan masing-masing menjalankan tugas sekiranya mereka tekun, insya Allah. Rasulullah S.A.W. bersabda dengan maksud:

“Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu pekerjaan dengan tekun”.
(Riwayat Al-Baihaqi)

Pepatah Melayu pula mengatakan : “Belakang parang pun kalaulah diasah, nescaya menjadi tajam”.

Pepatah ini menunjukkan bahawa dengan ketekunan, sesuatu kerja yang susah itu akan dapat diatasi insya Allah dan dengan sendirinya meningkatkan kecekapan seseorang pekerja itu.

Apabila kita hendak menilai seseorang pekerja, ciri yang terpenting ialah kecekapannya. Mutu kecekapan seseorang itu akan terus meningkat jika pekerja itu sanggup belajar atau menambah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tugasnya terus menerus. Ajaran Islam ada menegaskan:

“Tuntutan ilmu daripada buaian hingga ke liang lahad”.

Di dalam bidang sains dan teknologi khususnya, menuntut ilmu sepanjang hayat menjadi suatu perkara yang penting sekiranya kita tidak mahu ketinggalan zaman, kerana terlalu pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di dalam kedua-dua bidang itu.

Selain dari itu hadith Rasulullah S.A.W. menyatakan, berkaitan dengan pekerja dengan maksud seperti berikut:

“Apabila sesuatu urusan (pekerjaan) diberikan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran.”

Hadith ini jelas menunjukkan akan peri pentingnya keahlian ataupun kecekapan seseorang pekerja menurut pandangan Islam. Sekiranya kecekapan seseorang pekerja itu meningkat maka dengan sendirinya hasil kerjanya juga turut meningkat.


ETIKA KERJA KEEMPAT:

Bekerja Dengan Semangat Gotong-Royong Dan Berpadu Fikiran

Di dalam perkhidmatan awam bahkan di dalam sebarang perkhidmatan, seseorang pekerja itu bertugas dengan suatu kumpulan pekerja yang tertentu. Dengan sendirinya untuk menghasilkan perkhidmatan yang cemerlang sesuatu kumpulan pekerja itu mestilah bekerjasama, bergotong-royong melaksanakan tugas masing-masing. Sikap bantu membantu di antara satu sama lain di antara pekerja, akan menimbulkan suasana bekerja yang aman dan gembira. Suasana yang demikian pula akan meningkatkan hasil dan mutu perkhidmatan setiap pekerja. Firman Allah juga menegaskan dengan maksud:

“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan…
(Al-Ma’idah : 2)

Semangat bergotong-royong adalah suatu ciri kebudayaan negara ini yang semestinya dipupuk terus dan disuburkan semula. Bagai kata pepatah kita : “Bukit sama didaki, lurah sama dituruni”.

Di samping kita bergotong-royong menjalankan tugas, kita juga hendaklah menggalakkan perbincangan sesama sendiri, bertukar fikiran, untuk mengkaji masalah yang ada dan juga untuk menghadapi masalah yang mungkin timbul. Perbincangan seperti ini akan meningkatkan rasa kekitaan di antara pekerja dan dengan sendirinya pula meningkatkan rasa tanggungjawab bersama terhadap sebarang kegiatan kumpulan pekerja yang berkenaan. Rasa keenakan berpadu tenaga dan berpadu fikiran ini telah dinikmati oleh datuk nenek kita dahulu dan rasa indah itu telah diabadikan oleh mereka dengan pepatah:

“Bulat air kerana pembentung, bulat manusia kerana muafakat”.

“Hati gajah sama dilapah, hati kuman sama dicecah”.

Cara berpadu fikiran ini jualah yang sekarang selalu dibincangkan dengan nama barunya itu “kumpulan kawalan mutu’, (quality control circle). Allah juga memerintahkan manusia menyelesaikan sekalian masalah mereka dengan perbincangan atau bermesyuarat seperti firman-Nya:

“Dan urusan mereka dijalankan secara bermesyuarat sesama mereka”.
(Asy-Syuraa : 38)


ETIKA KERJA KELIMA:

Bekerja Dengan Matlamat Kebahagiaan Manusia Sejagat

Islam adalah agama untuk manusia sejagat. Dengan itu ajaran Islam (berpunca daripada Al-Quran dan hadis) juga adalah untuk manusia seluruhnya. Maka etika kerja kelima ini adalah wajar, kerana maju mundurnya pembangunan negara Malaysia ini akan memberi kesan jua kepada negara lain di dunia. Namun demikian patut dikemukakan di sini firman Allah yang bermaksud :

‘Tidak ada paksaan dalam agama (Islam)’.
(Al-Baqarah : 256)

Juga firman Allah S.W.T. yang bermaksud:

"Wahai orang yang beriman, hendaklah kamu sentiasa menjadi orang yang menegakkan keadilan kerana Allah, lagi menerangkan kebenaran; dan jangan sekali-kali kebencian kamu terhadap sesuatu kaum itu mendorong kamu kepada tidak melakukan keadilan".
(Al-Maidah : 8)

Ayat yang pertama di atas ini menjelaskan bahawa walaupun Islam itu ialah agama untuk semua manusia tetapi orang yang tidak menganuti Islam tidak boleh dipaksa untuk memeluk Islam. Ayat yang kedua pula melarang kita daripada berlaku tidak adil terhadap sesuatu kaum walaupun kita benci kepada kaum tersebut. Kedua-dua ayat tersebut memberi pengertian bahawa setiap pekerja hendaklah memberi layanan dan khidmat yang sama kepada semua orang tanpa mengira kaum ataupun agama orang yang berkaitan, menurut ajaran Islam. Di samping itu, sewajarnya kita berusaha menurut ajaran hadith yang bermaksud:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang tiada menyukar-nyukarkan pekerjaan dan yang jernih mukannya dalam menghadapi manusia."
(Riwayat Al-Baihaqi)


KESIMPULAN

Sebagai sebuah negara yang mengakui di dalam perlembagaan bahawa Islam itu ialah agama rasminya, Malaysia sudah semestinya terus menerus meningkatkan usaha menerapkan nilai-nilai Islam di dalam setiap bidang kegiatan kerajaan. Namun demikian oleh kerana segala kegiatan kerajaan itu melibatkan manusia maka sewajarnya setiap pekerja (termasuk pekerja Badan-Badan Berkanun) diberi bimbingan khusus dari semasa ke semasa untuk melengkapkan mereka sebagai pekerja yang akan melaksanakan tugasnya selaras dengan ajaran Islam. Dari pihak pekerja sendiri, mereka hendaklah sentiasa sedar dan berusaha untuk menunaikan tugas mereka menurut ajaran Islam, ajaran yang mementingkan kebahagiaan umat manusia sejagat. Wajarlah bagi setiap pekerja menghayati firman Allah S.W.T. yang bermaksud:

“Dan bahawa sesungguhnya inilah jalan-Ku (agama Islam) yang lurus, maka hendaklah kamu menurutnya; dan janganlah kamu menurut jalan-jalan (yang lain dari pada Islam), kerana jalan-jalan (yang lain itu) mencerai-beraikan kamu dari jalan Allah’.
(Al-An’am : 153)

http://www.geocities.com/alazhar_mirc/etika.htm

[+/-] Selengkapnya...

Pemerintah Berencana Lelang Sukuk Pekan Depan

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan melakukan Lelang Penjualan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara seri IFR0003 (reopening) IFR0005, IFR0006 dan IFR0007 untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN, minggu depan.

Kepala Biro Humas Depkeu Harry Soeratin dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, mengatakan lelang dilaksanakan pada 19 Januari 2010 dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan Bank Indonesia sebagai Agen Lelang SBSN.

Lelang bersifat terbuka (open auction), menggunakan metode harga beragam (multiple price).

Ke empat seri sukuk yang akan dilelang memiliki tanggal jatuh tempo sebagai berikut: seri IFR0003 (reopening) dengan tanggal jatuh tempo 15 September 2015, IFR0005 jatuh tempo 15 Januari 2017, IFR0006 jatuh tempo 15 Januari 2020 dan IFR0007 jatuh tempo 15 Januari 2025 dengan rencana indikatif sebesar Rp1 triliun.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.08/2009 tanggal 2 Februari 2009, lelang dapat diikuti oleh Peserta Lelang dengan mengajukan penawaran pembelian kompetitif serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan mengajukan penawaran pembelian non-kompetitif.

Peserta lelang adalah dari Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Permata, Bank Panin, HSBC, OCBC NISP, Standarg Chartered Bank, Bank CIMB Niaga, Bank Internasional Indonesia, Citibank, BPD Jawa Barat dan Banten serta Perusahaan Efek Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Trimegah Securities dan Bahana Securities.

Pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian kompetitif (competitive bids) akan membayar sesuai dengan yield yang diajukan. Pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian non-kompetitif (non-competitive bids) akan membayar sesuai dengan yield rata-rata tertimbang (weighted average yield) dari penawaran pembelian kompetitif yang dinyatakan menang.

Alokasi pembelian non-kompetitif masing-masing adalah sebesar tiga puluh per seratus dari jumlah penawaran yang dinyatakan menang. Pemerintah memiliki hak untuk menjual seri SBSN tersebut lebih besar atau lebih kecil dari target indikatif yang ditentukan.

Lelang dibuka 19 Januari 2010 pukul 10.00 WIB dan ditutup pukul 12.00 WIB, sedangkan setelmen SBSN seri IFR0003, IFR0005, IFR0006, dan IFR0007 akan dilaksanakan pada 21 Januari 2010 atau 2 hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang (T+2).

Penerbitan SBSN dengan cara lelang ini menggunakan underlying asset berupa Barang Milik Negara (BMN)yang telah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pada 31 Agustus 2009.

Selain itu juga telah memenuhi persyaratan seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04/PMK.8/2009 tentang Pengelolaan Aset Surat Berharga Syariah Negara Yang Berasal Dari Barang Milik Negara.

SBSN seri IFR0003, IFR0005, IFR0006, dan IFR0007 akan diterbitkan dengan menggunakan akad Ijarah Sale & Lease Back yang telah mendapatkan Pernyataan Kesesuaian Syariah dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-373/DSN-MUI/X/2009 tanggal 20 Oktober 2009.

Bertindak sebagai penerbit SBSN seri IFR0003, IFR0005, IFR0006, dan IFR0007 adalah Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia yang merupakan badan hukum yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan didirikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2008 khusus untuk menerbitkan SBSN.(*)

Sumber : www.antara.co.id

[+/-] Selengkapnya...

Sukuk Syariah Diterbitkan 10 Februari

MEDAN-MI: Sukuk Negara Ritel seri 002 yang berbasis instrumen syariah dipastikan akan ditebitkan 10 Februari 2010, meski besaran kupon belum ditetapkan.

"Penjualan surat berharga syariah negara (SBSN) itu untuk membiayai defisit APBN 2010 yang diperkirakan mencapai Rp98 triliun atau 1,6 persen dari GDP (gross domestic product). Target awal penjualan bisa sebesar Rp3 triliun," kata Deputy Director di Directorate of Islamic Financing Ditjen Departemen Keuangan, Fatati Sriwahyuni, di Medan, Selasa (12/1).

Dia berbicara usai sosialisasi pre-marketing Sukuk Negara Ritel SR 002 yang jatuh temponya selama tiga tahun yakni pada 10 Februari 2013.

Menurut dia, pemesanan SBSN itu dapat dilakukan mulai 25 Januari hingga 5 Februari 2010 melalui 18 agen penjual yang ditunjuk pemerintah yang terdiri dari 10 bank dan delapan perusahaan efek.

Kesepuluh bank itu masing-masing Bank Mandiri, BNI, Bank Syariah Mandiri, Citibank, Bank CIMB Niaga, HSBC, BII, Bank Permata, Bank OCBC NISP dan Standard Chartered Bank.

Sementara delapan perusahaan efek yakni PT Trimegah Securities, PT Danareksa Sekuritas, PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas, PT Bahana Securities, PT Ciptadana Securities, PT Sucorinvest Indonesia dan PT Reliance Securities.

"Pre-marketing Sukuk Negara Ritel Seri SR 002 sudah dilangsungkan sejak 7 Januari dan berlangsung hingga 22 Januari 2010 di enam kota masing-masing Semarang, Balikpapan, Medan, Makassar, Surabaya dan Pekanbaru," katanya.

Pre-marketing dimaksudkan untuk mensosialisasikan penerbitan dan penjualan Sukuk tersebut dengan sasaran investor individu atau perorangan WNI.

Mengenai imbalan/kupon Sukuk 002 itu, diakui belum ditetapkan karena masih menunggu kondisi terkini atau terbaru perekonomian seperti perkembangan suku bunga Bank Indonesia (SBI) dan BI Rate maupun deposito.

"Direncanakan besaran imbalan baru ditetapkan pada 21 Januari 2010, tetapi imbal jasa tersebut dipastikan di atas rata-rata tingkat suku bunga bank BUMN," katanya.

"Pemesanan kupon Sukuk yang minimum Rp5 juta itu diperkirakan menarik investor di mana daya tariknya antara lain investasinya sangat aman, karena mulai dari pembayaran pokok dan imbalan sampai jatuh tempo dijamin oleh negara," ujarnya. (Ant/OL-7)
Media Indonesia Online

[+/-] Selengkapnya...

Pangsa Asuransi Syariah Menuju 6%

JAKARTA: Pangsa pasar asuransi syariah terhadap total industri asuransi diperkirakan bisa meningkat dua kali lipat bila pemerintah bersedia melakukan konversi salah satu asuransi BUMN.

M. Syakir Sula, Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), mengatakan pangsa pasar asuransi syariah atau takaful jauh lebih kecil karena kurang mendapatkan fasilitas dari pemerintah.

"Kami minta pemerintah beri hal konkret dengan melakukan konversi satu asuransi BUMN. Kalau misalnya Jiwasraya dikonversikan menjadi syariah, pangsa pasar bisa 6%-7%," katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Berdasarkan data Bapepam-LK, pangsa pasar aset asuransi syariah per 30 September 2009 mencapai 1,54%. Hal itu karena asetnya baru mencapai Rp2,5 triliun dibandingkan dengan total asuransi yang mencapai Rp169,16 triliun.

Asuransi kerugian dan reasuransi memiliki pangsa pasar aset syariah yang lebih besar dari asuransi jiwa. Tercatat ada 23 unit syariah asuransi umum dengan total aset Rp780,33 miliar atau 2,09% dari total industri asuransi kerugian yang Rp37,33 triliun.

Sementara itu, asuransi jiwa hanya berisi 19 pemain syariah tetapi total asetnya mencapai Rp1,82 triliun atau berpangsa 1,38% dari total asuransi jiwa yang mencapai Rp131,8 triliun.

Syakir mengemukakan faktor permodalan menjadi alasan asuransi syariah tertinggal dari 'saudara tua'-nya asuransi konvensional.

PP No. 39/2008 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian menyebutkan modal minimum perusahaan asuransi yang memiliki unit syariah yakni Rp5 miliar pada 2008, Rp12,5 miliar pada 2009, dan berakhir akhir tahun depan Rp25 miliar.

Angka modal tersebut masih di bawah persyaratan asuransi konvensional yang di atas Rp25 miliar per 2009.

Namun, Syakir optimistis asuransi syariah pada tahun ini akan berkembang positif karena mengikuti gerak ekspansi perbankan syariah yang diperkirakan memiliki lima pemain baru hingga Desember nanti.

Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Isa Rachmatarwata menilai industri asuransi syariah hingga kuartal III/2009 menunjukkan kinerja yang menggembirakan. "Total aset asuransi syariah kuartal III/2009 di angka 1,54% dari total aset industri, padahal kuartal I/2009 baru 1,35%," tuturnya baru-baru ini.

Industri asuransi syariah, khususnya jiwa, semakin menarik dengan masuknya pemain raksasa seperti AIA Financial dan Manulife. Sebelumnya Prudential sudah masuk pasar dan membukukan hasil yang signifikan.


Pemain Baru

PT Asuransi Jaya Proteksi juga akan meluncurkan anak perusahaan asuransi syariah pada Maret.

Direktur Asuransi Jaya Proteksi Nicolaus Prawiro belum bersedia menyebutkan nama perusahaan itu, tetapi dia memastikan pihaknya serius dengan menyiapkan modal disetor Rp50 miliar untuk pendirian perusahaan tersebut.

"Sekarang prosesnya baru sampai ke Departemen Kehakiman. Semoga akhir bulan ini bisa maju ke Departemen Deuangan," kata Nico di Jakarta, kemarin.

Di sisi lain, regulator justru meminta ketegasan sikap pemain lama untuk segera mengambil langkah apakah memilih untuk tetap berusaha di industri tersebut dengan memenuhi aturan permodalan minimum atau akan mengembalikan izinnya.

"Asuransi syariah kuartal III/2009 kembali menunjukkan kinerja yang baik. Mereka yang bermodal kecil saatnya berbenah, saatnya berpikir dan cepat memutuskan apakah akan tetap di industri. Sementara yang baru tidak segan masuk," tutur Isa. (hanna.prabandari@bisnis.co.id/fahmi. achmad@bisnis.co.id)

Oleh Hanna Prabandari & Fahmi Achmad
Bisnis Indonesia


[+/-] Selengkapnya...

Konsep 7P Marketing Mix pada Perbankan Syari'ah

Ditulis oleh prasetyo-wibowo.com
Wednesday, 07 October 2009
alamDiberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008 lalu semakin memperkuat basis Perbankan Syariah di Indonesia. Payung hukum ini juga bisa digunakan oleh Perbankan Syariah untuk mensejajarkan diri dengan Perbankan Konvensional di Indonesia.

Berdasarkan cetak biru (blue print) Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, diharapkan pada tahun 2009 ini, peningkatan aset bisa mencapai 7%, dan ditahun 2015 mendatang diharapkan akan mencapai angka 15% dari total aset Perbankan Nasional.

Dalam ilmu marketing kita mengenal konsep klasik Marketing Mix untuk melakukan penetrasi pasar, dimana untuk menembus pasar diperlukan beberapa strategi terhadap masing-masing komponen yang terdiri atas Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat atau Saluran Distribusi), dan Promotion (Promosi), yang dalam perkembangannya kini, telah mengalami penambahan lagi menjadi: People (Orang), Phisical Evidence (Bukti Fisik), dan Process (Proses).


Menganalogikan strategi Perbankan Syariah berdasarkan konsep Marketing Mix adalah hal yang sangat menarik dan juga merupakan sebuah keniscayaan untuk mempercepat Pengembangan Perbankan Syariah ditanah air ini, oleh karena itu sekarang marilah kita coba telaah satu persatu elemen Marketing Mix tersebut:

Product (Produk), sama halnya dengan Perbankan Konvensional, produk yang dihasilkan dalam Perbankan Syariah bukan berupa barang, melainkan berupa jasa.

Ciri khas jasa yang dihasilkan haruslah mengacu kepada nilai-nilai syariah atau yang diperbolehkan dalam Al-quran, namun agar bisa lebih menarik minat konsumen terhadap jasa perbankan yang dihasilkan, maka produk tersebut harus tetap melakukan strategi “differensiasi” atau “diversifikasi” agar mereka mau beralih dan mulai menggunakan jasa Perbankan Syariah.

Price (Harga), merupakan satu-satunya elemen pendapatan dalam Marketing Mix. Menentukan harga jual produk berupa jasa yang ditawarkan dalam Perbankan Syariah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menarik minat nasabah.

Menterjemahkan pengertian harga dalam Perbankan Syariah bisa dianalogikan dengan melihat seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan sebuah manfaat dalam bentuk jasa yang setimpal atas pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh konsumen tersebut.

Ketika jasa yang dihasilkan oleh Perbankan Syariah mampu memberikan sebuah nilai tambah (keuntungan) lebih dari Perbankan Konvensional pada saat ini, artinya harga yang ditawarkan oleh Perbankan Syariah tersebut mampu bersaing bahkan berhasil mengungguli Perbankan Konvensional.

Place (Tempat atau Saluran Distribusi) merupakan hal yang tidak kalah penting dengan unsur-unsur “P” sebagaimana sudah disebutkan diatas. Melakukan penetrasi pasar Perbankan Syariah yang baik tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh tempat atau saluran distribusi yang baik pula, untuk menjual jasa yang ditawarkan kepada konsumen.

Menyebarkan unit pelayanan perbankan syariah hingga kepelosok daerah adalah sebuah keharusan jika ingin melakukan penetrasi pasar dengan baik. Dibutuhkan modal yang tidak sedikit memang jika harus dilakukan secara serentak atau bersamaan.

Paling tidak dibutuhkan waktu dan dilakukan secara bertahap atau bisa juga dengan melakukan sistem kerjasama (partnership) dengan unit-unit pelayanan sejenis agar jasa yang ditawarkan dengan berbasiskan syariah tersebut bisa sampai dan menyebar hingga kepelosok-pelosok daerah di Indonesia.

Jika pelayanan Perbankan Syariah bisa dilakukan dimana saja diseluruh Indonesia, maka bisa dipastikan penetrasi pasar Perbankan Syariah akan lebih cepat berhasil.

Promotion (Promosi), juga akan menjadi salah satu faktor pendukung kesuksesan Perbankan Syariah. Jangan dulu kita mengajukan pertanyaan mengenai mahluk apakah Perbankan Syariah itu kepada masyarakat di pedesaan? Ajukan saja lebih dahulu pertanyaan tersebut kepada masyarakat perkotaan yang idealnya sudah tak begitu asing dengan istilah Perbankan Syariah.

Fakta yang ada saat ini adalah sering kali kita temui bahwasanya pada masyarakat perkotaan yang justru dianggap lebih tahu, malah tidak mengetahui dengan jelas mahluk apakah Perbankan Syariah itu?

Dalam marketing, efektivitas sebuah iklan seringkali digunakan untuk menanamkan “brand image” atau agar lebih dikenal keberadaannya. Ketika “brand image” sudah tertanam dibenak masyarakat umum, maka menjual sebuah produk, baik itu dalam bentuk barang maupun jasa akan terasa menjadi jauh lebih mudah.

Kurangnya sosialiasi atau promosi yang dilakukan oleh Perbankan Syariah bisa menjadi salah satu penyebab lambannya perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia pada saat ini. Diperlukan biaya yang tidak sedikit memang untuk melakukan kegiatan promosi atau sejenisnya.

Elemen-elemen tersebut diatas, merupakan konsep klasik Marketing Mix, yang dalam perkembangan terkininya juga sudah dimasukan beberapa indikator tambahan terbaru, seperti berikut ini:

People (Orang), bisa kita interpretasikan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dari Perbankan Syariah itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan berhubungan dengan nasabah (customer), SDM ini sendiri juga akan sangat berkorelasi dengan tingkat kepuasan para pelanggan Perbankan Syariah.

SDM yang dimiliki oleh Perbankan Syariah saat ini masih dirasakan kurang, baik dari segi jumlah maupun dari sisi pengetahuan yang memadai terhadap produk Perbankan Syariah yang ditawarkan kepada nasabah.

Menempatkan SDM pada tempat yang sesuai dengan kapasitasnya (the right man on the right place), memang memerlukan sebuah strategi manajemen SDM yang cukup baik, karena jika strategi yang diimplementasikan keliru, maka akan berakibat fatal terhadap tingkat kepuasan pelanggan secara jangka panjang.

Process (Proses), saat ini merupakan salah satu unsur tambahan Marketing Mix yang cukup mendapat perhatian serius dalam perkembangan ilmu Marketing. Dalam Perbankan Syariah, bagaimana proses atau mekanisme, mulai dari melakukan penawaran produk hingga proses menangani keluhan pelanggan Perbankan Syariah yang efektif dan efisien, perlu dikembangkan dan ditingkatkan.

Proses ini akan menjadi salah satu bagian yang sangat penting bagi perkembangan Perbankan Syariah agar dapat menghasilkan produk berupa jasa yang prosesnya bisa berjalan efektif dan efisien, selain itu tentunya juga bisa diterima dengan baik oleh nasabah Perbankan Syariah.

Phisical Evidence (Bukti Fisik), produk berupa pelayanan jasa Perbankan Syariah merupakan sesuatu hal yang bersifat in-tangible atau tidak dapat diukur secara pasti seperti halnya pada sebuah produk yang berbentuk barang. Jasa Perbankan Syariah lebih mengarah kepada rasa atau semacam testimonial dari orang-orang yang pernah menggunakan jasa Perbankan Syariah.

Cara dan bentuk pelayanan kepada nasabah Perbankan Syariah ini juga merupakan bukti nyata yang seharusnya bisa dirasakan atau dianggap sebagai bukti fisik (phisical evidence) bagi para nasabahnya, yang suatu hari nanti diharapkan akan memberikan sebuah testimonial positif kepada mayarakat umum guna mendukung percepatan perkembangan Perbankan Syariah menuju arah yang lebih baik lagi dari saat ini.

Ketujuh elemen “P” sebagaimana sudah disampaikan diatas, meskipun hanya dalam tataran konsep semata dan belum menyentuh pembahasan secara mendetail, paling tidak bisa menjadi sebuah tawaran konsep alternatif yang sangat realistis dan bukanlah hal yang abstrak. Semuanya bisa direalisasikan guna mendukung keberhasilan percepatan perkembangan Perbankan Syariah agar bisa berdiri sejajar bahkan melebihi Perbankan Konvensional saat ini.

Dalam segala bidang, sesungguhnya ada tiga hal penting yang idealnya harus berjalan ber-iringan yang akan menjadi kunci sukses sebuah “keberhasilan”, termasuk juga dalam bidang Perbankan Syariah. Hal yang pertama adalah “kemauan”, hal yang kedua adalah “kemampuan”, dan hal yang terakhir adalah “kesempatan”.

Memiliki “kemauan” yang keras serta “kemampuan” yang cukup tinggi tanpa di-iringi oleh adanya “kesempatan”, adalah sebuah nol besar untuk menuju keberhasilan. Sementara itu memiliki “kemauan” yang keras serta “kesempatan” yang terbuka lebar tanpa di-iringi oleh “kemampuan” yang cukup tinggi, juga sangat mustahil untuk mencapai sebuah keberhasilan. Disisi lainnya, jika kita memiliki “kemampuan” yang cukup tinggi serta “kesempatan” yang terbuka lebar, tanpa di-iringi oleh “kemauan” yang keras, juga merupakan hal yang sia-sia untuk mewujudkan sebuah keberhasilan.

Salah satu unsur saja tidak kita miliki, “keberhasilan” hanyalah sebuah khayalan semata dan merupakan sebuah mimpi yang tak pernah berujung……..
sumber ekisonline.com

[+/-] Selengkapnya...