Masa Depan Ekonomi Dunia

BSM Raih Annual Report Award

Zona Ekonomi Islam– Bank Syariah Mandiri (BSM) meraih penghargaan Annual Report Award (ARA) 2009. BSM menjadi juara pertama untuk kategori Perusahaan Swasta Keuangan Non Listed. Penghargaan tersebut merupakan kerjasama Kementerian Keuangan, BUMN, Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Direktorat Jenderal Pajak, serta Bapepam-LK.

Direktur Utama BSM, Yuslam Fauzi mengaku bersyukur atas penghargaan tersebut. Menurut dia, BSM terus meningkatkan kinerja serta terus menerapkan prinsip-prinsip GCG dalam operasional perbankan. Hal ini juga dilakukan dalam rangka mendukung Indonesia yang lebih baik. ”Mudah-mudahan dengan dukungan seluruh Stakeholders, BSM terus menunjukkan kinerja yang semakin baik untuk menjadi bank kebanggaan kita semua,” kata Yuslam, dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (23/9).

Penyerahan penghargaan dilakukan pada Rabu (22/9) malam di Jakarta. Direktur BSM, Sugiharto, menerima Trofi ARA 2009 dari Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad.

Annual Report Award adalah penghargaan atas keterbukaan perusahaan pemerintah dan swata, publik (Listed) dan Non Publik (Non Listed) yang ditunjukkan dalam Laporan Tahunan (Annual Report) perusahaan. Penerapan prinsip GCG atau transparansi informasi yang baik merupakan komponen utama penilaian pada ARA 2009. Pelaksanaan CSR perusahaan juga merupakan salah satu komponen penilaian.

Ketua Tim Juri, Mar’ie Muhammad, mengatakan penyelenggaraan ARA tahun ini merupakan yang ke-9. Menurut dia, jumlah perusahaan yang diseleksi tahun 2009 sebanyak 176 dengan 22 pemenang atau naik dibanding tahun lalu di mana ada 160 perusahaan dengan 21 pemenang.

Adapun kategori perusahaan dibagi atas BUMN/BUMD Keuangan-Listed, BUMN/BUMD Keuangan-Non Listed, BUMN/BUMD Non Keuangan-Listed, BUMN BUMD Non Keuangan-Non Listed, Perusahaan Swasta Keuangan-Listed, Perusahaan Swasta Keuangan-Non Listed, Perusahaan Swasta Non Keuangan-Non Listed, dan Perusahaan Swasta non Keuangan-Non Listed.

Per Agustus 2010, aset BSM telah mencapai Rp 27,17 triliun dengan jumlah dana pihak ketiga (DPK) Rp 23,78 triliun dan pembiayaan Rp 21,19 triliun. Dari sisi jaringan, per 23 September 2010, BSM telah memiliki 464 outlet, terdiri atas 91 kantor cabang, 208 kantor cabang pembantu, 34 kantor kas, 52 kantor layanan syariah, 52 payment poin, 13 kas keliling, dan 14 gerai online.


sumber: ekonomi islam

[+/-] Selengkapnya...

Metodologi Ekonomi Islam

Ditulis oleh Muhammad Imaduddin*
Selama ini kalau kita berbicara tentang muamalah, terutama ekonomi, kita akan berbicara tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Hal ini memang merupakan prinsip dasar dari muamalah itu sendiri, yang menyatakan: “Perhatikan apa yang dilarang, diluar itu maka boleh dikerjakan.” Tetapi pertanyaan kemudian mengemuka, seperti apakah ekonomi dalam sudut pandang Islam itu sendiri? Bagaimana filosofi dan kerangkanya? Dan bagaimanakah ekonomi Islam yang ideal itu?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka sebenarnya kita perlu melihat bagaimanakah metodologi dari ekonomi Islam itu sendiri. Muhammad Anas Zarqa (1992), menjelaskan bahwa ekonomi Islam itu terdiri dari 3 kerangka metodologi. Pertama adalah presumptions and ideas, atau yang disebut dengan ide dan prinsip dasar dari ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari Al Qur’an, Sunnah, dan Fiqih Al Maqasid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu sendiri. Kedua adalah nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep utilitas dalam Islam. Terakhir, yang disebut dengan positive part of economics science. Bagian ini menjelaskan tentang realita ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan dalam kondisi nyata dan riil. Melalui tiga pendekatan metodologi tersebut, maka ekonomi Islam dibangun.

Ahli ekonomi Islam lainnya, Masudul Alam Choudhury (1998), menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi Islam itu perlu menggunakan shuratic process, atau pendekatan syura. Syura itu bukan demokrasi. Shuratic process adalah metodologi individual digantikan oleh sebuah konsensus para ahli dan pelaku pasar dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan perilaku pasar. Individualisme yang merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak dapat lagi bertahan, karena tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat, sehingga terciptalah sebuah jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Pertanyaan kemudian muncul, apakah konsep Islam dalam ekonomi bisa diterapkan di suatu negara, misalnya di negara kita? Memang baru-baru ini muncul ide untuk menciptakan dual economic system di negara kita, dimana ekonomi konvensional diterapkan bersamaan dengan ekonomi Islam. Tapi mungkinkah Islam bisa diterapkan dalam kondisi ekonomi yang nyata?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Umar Chapra (2000) menjelaskan bahwa terdapat dua aliran dalam ekonomi, yaitu aliran normatif dan positif. Aliran normatif itu selalu memandang sesuatu permasalahan dari yang seharusnya terjadi, sehingga terkesan idealis dan perfeksionis. Sedangkan aliran positif memandang permasalahan dari realita dan fakta yang terjadi. Aliran positif ini pun kemudian menghasilkan perilaku manusia yang rasional. Perilaku yang selalu melihat masalah ekonomi dari sudut pandang rasio dan nalarnya. Kedua aliran ini merupakan ekstrim diantara dua kutub yang berbeda.

Lalu apa hubungannya kedua aliran tersebut dengan pelaksanaan ekonomi Islam? Ternyata hubungannya adalah akan selalu ada orang-orang yang mempunyai pikiran dan ide yang bersumber dari dua aliran tersebut. Jadi atau tidak jadi ekonomi Islam akan diterapkan, akan ada yang menentang dan mendukungnya. Oleh karena itu sebagai orang yang optimis, maka penulis akan menyatakan ‘Ya’, Islam dapat diterapkan dalam sebuah sistem ekonomi.

Tetapi optimisme ini akan dapat terwujud manakala etika dan perilaku pasar sudah berubah. Dalam Islam etika berperan penting dalam menciptakan utilitas atau kepuasan (Tag El Din, 2005). Konsep Islam menyatakan bahwa kepuasan optimal akan tercipta manakala pihak lain sudah mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan, yang juga diikuti dengan kepuasan yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya memandang penting adanya distribusi, kemudian lahirlah zakat sebagai bentuk dari distribusi itu sendiri.

Maka, sesungguhnya kerangka dasar dari ekonomi Islam didasari oleh tiga metodolodi dari Muhammad Anas Zarqa, yang kemudian dikombinasikan dengan efektivitas distribusi zakat serta penerapan konsep shuratic process (konsensus bersama) dalam setiap pelaksanaannya. Dari kerangka tersebut, insyaAllah ekonomi Islam dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu harus dibungkus oleh etika dari para pelakunya serta peningkatan kualitas sumber daya manusianya (Al Harran, 1996). Utilitas yang optimal akan lahir manakala distribusi dan adanya etika yang menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi. Oleh karena itu semangat untuk memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus dikampanyekan kepada seluruh sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar ekonomi Islam dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan menciptakan keadilan sosial, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya.

Wallahu ‘alamu bishowwab.


Keterangan:
Penulis adalah Mahasiswa S2 Islamic Banking, Finance, and Management di Markfield Institute of Higher Education (MIHE), Markfield, Leicestershire, Inggris.





Referensi:
Al-Harran, Saad. (1996). Islamic Finance Need a New Paradigm. Tersedia dalam: Tanggal akses: 28 Oktober 2005.
Choudhury, Masudul Alam. (1998). Studies in Islamic Social Sciences. Great Britain: Macmillan Press Ltd.
Hafidhuddin, Didin. (2005). Prinsip Dasar Ekonomi Islam. Bahan Kuliah Mata Kuliah Ekonomi Syariah 1. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Tag El Din, Seif El Din. (2005). Moral Policy: Equity and Growth Strategy. Lecture of Islamic Economics. Markfield Institute of Higher Education.
Zarqa, Mohammad Anas. (1992). “Methodology of Islamic Economics”, dalam Ahmad, Ausaf and Awan, Kazim Raza (Ed.), Lectures on Islamic Economics (hal 50). Jeddah: Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank.
sumber pesantrenvirtual.com

[+/-] Selengkapnya...

ETIKA KERJA DALAM ISLAM

PENDAHULUAN

Di dalam Perlembagaan Negara ini – Bahagian 1, perkara 3 (I) – tercatat: “Agama Islam ialah Agama persekutuan; tetapi agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai di mana-mana bahagian persekutuan”.

Oleh kerana agama adalah suatu ciri penting bagi negara ini maka sewajarnyalah kita berusaha menerapkan nilai-nilai Islam kepada tatacara perkhidmatan awam negara, ini selaras dengan peruntukan perlembagaan seperti yang tertera di atas. Sebagai permulaan, hendaklah disedari bahawa Islam menuntut setiap manusia bekerja, berusaha mencari rezeki bagi menyara dirinya, keluarganya dan juga bagi ibubapanya yang telah tua. Di samping itu Islam juga menyatakan bahawa sesuatu “KERJA” yang halal ialah tugas yang diamanahkan oleh Allah kepada seseorang insan. Maka apabila seseorang itu menjalankan tugasnya ataupun bekerja, dengan sendirinya bererti, bahawa insan tersebut sedang menunaikan amanah Allah. Dengan kata-kata lain hamba Allah itu beribadat. Maka menurut Islam setiap kerja yang diredhai oleh Allah dan disertai dengan niat adalah ibadat. Oleh demikian setiap insan hendaklah menyedari dan menghayati bahawa setiap kegiatannya menjalankan kerja yang halal adalah wajib baginya dan kegiatannya itu sekiranya dimulai dengan niat, hendaklah dianggap sebagai ibadat. Bahkan Nabi Muhammad S.A.W. ada bersabda yang bermaksud:

“Barangsiapa bekerja untuk anak isterinya melalui jalan yang halal, maka bagi mereka pahala seperti orang yang berjihad di jalan Allah.”
(Riwayat Al- Bukhari)

Selain dari itu Rasulullah S.A.W. juga ada bersabda yang bermaksud:

“Mencari kerja yang halal itu adalah fardhu selepas fardhu”.
(Riwayat Al- Baihaqi)

Di samping itu kita hendaklah juga mengetahui bahawa setiap tugas atau kerja yang diberi oleh Allah kepada seseorang itu adalah menurut kemampuan orang yang berkenaan seperti yang ternyata di dalam firman Allah yang bermaksud:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan apa yang terdaya olehnya”.
(Al-Baqarah : 286)

Ayat ini menegaskan bahawa tidak ada sebab bagi seseorang pekerja itu mengeluh dan mengatakan bahawa tugasnya terlalu berat dan sukar. Dengan sendirinya ayat itu jua menekankan bahawa seseorang pekerja itu boleh menyelesaikan segala tugas jawatannya melainkan pekerja itu sendiri tidak mahu menunaikan tanggungjawabnya.

Selain dari itu setiap manusia hendaklah insaf bahawa menurut ajaran Islam setiap kegiatan kita di dunia ini akan diperhitungkan di akhirat nanti sebagaimana ternyata di dalam firman Allah yang bermaksud:

“Tiap-tiap diri bertanggungjawab terhadap apa yang telah diperbuatnya”.
(Al-Muddaththir : 38)

Ini bererti iaitu sekira kita tidak menunaikan kerja kita dengan sewajarnya, seperti kita mencuri masa dengan membuat kerja peribadi di dalam waktu pejabat, melengah-lengahkan bayaran kepada pemborong, meluluskan permohonan yang sepatutnya ditolak dan seumpamanya maka semestinyalah kita akan dihukum di akhirat kelak walaupun kita mungkin terlepas daripada tindakan tatatertib atau pun hukuman di dunia ini. Sebaliknya berbahagialah kita di dunia dan di akhirat sekiranya kita melaksanakan tugas kita dengan sewajarnya menurut tuntutan Islam.

Daripada semua yang diutarakan di atas ini jelaslah bahawa menurut ajaran Islam, setiap manusia wajib mempunyai kerja. Islam benci kepada pengemis dan penganggur. Di samping itu seseorang pekerja mestilah melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya kerana Allah telah menegaskan bahawa setiap pekerja itu berupaya dan mampu untuk menunaikan tanggungjawabnya. Samada seseorang pekerja itu dapat menunaikan tugasnya dengan baik atau tidak hanyalah bergantung kepada sikap pekerja itu sendiri. Seterusnya setiap kegiatan pekerja itu akan menerima ganjaran yang sewajarnya di akhirat nanti. Berasaskan semuanya ini maka etika kerja dalam Islam adalah seperti :

1. Bekerja Dengan Azam Mengabdikan Diri Kepada Allah

2. Bekerja Dengan ikhlas Dan Amanah

3. Bekerja Dengan Tekun Dan Cekap

4. Bekerja Dengan Semangat Gotong-Royong Dan Berpadu Fikiran

5. Bekerja Dengan Matlamat Kebahagiaan Manusia Sejagat


ETIKA KERJA PERTAMA:

Bekerja Dengan Azam Mengabdikan Diri Kepada Allah

Dengan menyedari dan menghayati bahawa manusia adalah hamba Allah, maka sewajarnyalah setiap manusia mengabdikan dirinya kepada Allah, dengan mengikuti segala suruhan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya selaras dengan firman Allah S.W.T. yang bermaksud:

“Wahai sekalian manusia! Sembahlah Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang terdahulu daripada kamu supaya kamu bertaqwa”.
(Al-Baqarah : 21)

Selanjutnya, dikemukakan satu lagi firman Allah yang maksudnya adalah seperti berikut:

“Wahai orang-orang yang berilmu, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan kepada orang yang berkuasa dari kalangan kamu.”
(An-Nisaa’ : 59)

Ayat ini pula menyuruh kita taat bukan sahaja kepada Allah tetapi juga kepada Rasulullah S.A.W. dan kerajaan kerana kerajaan itulah yang dimaksudkan dengan ‘‘orang yang berkuasa dari kalangan kamu’’. Bagi mentaati Allah dan Rasulullah S.A.W. maka setiap manusia hendaklah mempunyai kerja yang halal. Bagi mentaati kerajaan pula setiap pekerja awam hendaklah menjalankan tugasnya dengan sepenuh kesedaran bahawa jawatannya itu adalah amanah Allah kepadanya. Sekiranya ia tidak menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya maka bererti pekerja tersebut telah pecah amanah kepada Allah. Sanggupkah kita yang mengakui bahawa kita ini hamba Allah, melakukan pecah amanah kepada Allah ?

Seterusnya seseorang pekerja hendaklah menyedari dan menghayati bahawa bekerja mencari nafkah yang dimulai dengan niat itu adalah ibadat. Bahkan Rasulullah S.A.W. telah bersabda yang bermaksud :

"Orang yang mencari penghidupan itu adalah kawan Tuhan".
(Riwayat Al-Bukhari)

Dengan memahami maksud hadis ini dan menyedari bahawa bekerja itu bererti beribadat maka sewajarnyalah bagi setiap pekerja berusaha menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.


ETIKA KERJA KEDUA :

Bekerja Dengan ikhlas Dan Amanah

Bekerja dengan ikhlas bererti bekerja dengan sepenuh kerelaan dan dengan suci hati untuk mencari keredhaan Allah. Setiap pekerja harus menyedari bahawa jawatan yang di pegangnya adalah hasil permohonannya sendiri dan buakanlah ia dipaksa memenuhi jawatan tersebut. Maka dengan sendirinya wajarlah seseorang pekerja itu menjalankan tugasnya dengan sepenuh kerelaan apalagi dengan kesedaran bahawa kerja yang dilaksanakan olehnya itu adalah suatu amal saleh dalam usahanya mengabdikan diri kepada Penciptanya di samping berusaha untuk menyara dirinya dan keluarganya yang dikasihi dan berkhidmat kepada masyarakat.

Seterusnya setiap insan mestilah bersyukur kepada Allah kerana rahmat-Nya kepada kita yang tidak terhitung banyak-nya dan satu daripadanya ialah yang kita sandangi ini. Kesyukuran kita seharusnya memuncak lagi sekiranya kita menginsafi bahawa banyak lagi manusia lain yang masih menganggur dan tidak dapat menyara keluarganya dengan sewajarnya. Kita juga hendaklah bersyukur kerana dengan jawatan atau kerja kita ini, kita dapat mengikut serta menyumbangkan tenaga di dalam usaha membangunkan negara kita yang tercinta. Moga-moga tercapailah cita-cita suci kita untuk membangunkan suatu negara yang direhdai Allah seperti firman-Nya:

“Negara yang makmur serta mendapat keampunan Tuhan”
(Saba’: 15)

Sekiranya kita dapat menghayati dan mensyukuri segala rahmat Allah itu, insya Allah kita akan dapat menunaikan tugas kita dengan ikhlas. Rasulullah S.A.W. telah bersabda yang bermaksud :

‘Sebaik-baik manusia ialah orang yang paling banyak bermanfaat bagi sesama manusia’.
(Riwayat Al-Quda’)

Di dalam pendahuluan rencana ini, telah dinyatakan bahawa sesuatu kerja atau jawatan itu adalah amanah Allah kepada kita. Maka dengan kesedaran bahawa kita ini adalah hamba Allah yang dijadikan-Nya, sewajarnyalah kita menunaikan amanah tersebut sedaya upaya kerana Allah telah berfirman dan maksudnya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya”.
(An-Nisaa’ : 58)

Selain dari itu kita semua menyedari bahawa sesuatu kerja atau jawatan adalah hasil daripada perjanjian yang disetujui bersama di antara pekerja dengan majikan. Pekerja berjanji akan menunaikan tugasnya dan majikan pula berjanji akan membayar gaji yang tertentu setiap bulan. Oleh demikian sewajarnyalah kedua-dua pihak iaitu pekerja dan majikan memenuhi perjanjian tersebut. Sekiranya seseorang pekerja itu tidak menunaikan tugasnya dengan sewajarnya tetapi sanggup menerima gajinya dengan sepenuhnya maka pekerja tersebut bolehlah dianggap sebagai seorang yang menipu dan telah memecahkan janjinya. Dengan sendirinya pekerja itu telah mengingkari perintah Allah kerana Allah telah berfirman dengan maksudnya :

“Wahai orang yang beriman, sempurnakanlah janjimu”.
(Al-Maidah : 1)

Hadith Rasulullah S.A.W. juga menegaskan dengan maksud:

“Sesiapa menipu, bukanlah ia dari golongan kami”.
(Riwayat Muslim)

Pepatah melayu pula mengatakan : “Kerbau dipegang pada talinya, manusia dipegang pada janjinya”.

Pepatah ini membayangkan bahawa manusia yang menipu itu adalah lebih hina daripada kerbau.

Dengan hujah-hujah yang dikemukakan itu sanggupkah lagi kita mengabaikan kerja atau tugas masing-masing? Sanggupkah kita mengkhianati amanah Allah, Allah yang telah mengurniakan kita dengan akal dan fikiran?Tepuklah dada tanyalah selera.


ETIKA KERJA KETIGA:

Bekerja Dengan Tekun Dan Cekap

Ketekunan adalah suatu sifat yang amat diperlukan oleh seseorang pekerja. Setiap pekerja akan dapat meningkatkan kecekapan masing-masing menjalankan tugas sekiranya mereka tekun, insya Allah. Rasulullah S.A.W. bersabda dengan maksud:

“Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu pekerjaan dengan tekun”.
(Riwayat Al-Baihaqi)

Pepatah Melayu pula mengatakan : “Belakang parang pun kalaulah diasah, nescaya menjadi tajam”.

Pepatah ini menunjukkan bahawa dengan ketekunan, sesuatu kerja yang susah itu akan dapat diatasi insya Allah dan dengan sendirinya meningkatkan kecekapan seseorang pekerja itu.

Apabila kita hendak menilai seseorang pekerja, ciri yang terpenting ialah kecekapannya. Mutu kecekapan seseorang itu akan terus meningkat jika pekerja itu sanggup belajar atau menambah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tugasnya terus menerus. Ajaran Islam ada menegaskan:

“Tuntutan ilmu daripada buaian hingga ke liang lahad”.

Di dalam bidang sains dan teknologi khususnya, menuntut ilmu sepanjang hayat menjadi suatu perkara yang penting sekiranya kita tidak mahu ketinggalan zaman, kerana terlalu pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di dalam kedua-dua bidang itu.

Selain dari itu hadith Rasulullah S.A.W. menyatakan, berkaitan dengan pekerja dengan maksud seperti berikut:

“Apabila sesuatu urusan (pekerjaan) diberikan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran.”

Hadith ini jelas menunjukkan akan peri pentingnya keahlian ataupun kecekapan seseorang pekerja menurut pandangan Islam. Sekiranya kecekapan seseorang pekerja itu meningkat maka dengan sendirinya hasil kerjanya juga turut meningkat.


ETIKA KERJA KEEMPAT:

Bekerja Dengan Semangat Gotong-Royong Dan Berpadu Fikiran

Di dalam perkhidmatan awam bahkan di dalam sebarang perkhidmatan, seseorang pekerja itu bertugas dengan suatu kumpulan pekerja yang tertentu. Dengan sendirinya untuk menghasilkan perkhidmatan yang cemerlang sesuatu kumpulan pekerja itu mestilah bekerjasama, bergotong-royong melaksanakan tugas masing-masing. Sikap bantu membantu di antara satu sama lain di antara pekerja, akan menimbulkan suasana bekerja yang aman dan gembira. Suasana yang demikian pula akan meningkatkan hasil dan mutu perkhidmatan setiap pekerja. Firman Allah juga menegaskan dengan maksud:

“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan…
(Al-Ma’idah : 2)

Semangat bergotong-royong adalah suatu ciri kebudayaan negara ini yang semestinya dipupuk terus dan disuburkan semula. Bagai kata pepatah kita : “Bukit sama didaki, lurah sama dituruni”.

Di samping kita bergotong-royong menjalankan tugas, kita juga hendaklah menggalakkan perbincangan sesama sendiri, bertukar fikiran, untuk mengkaji masalah yang ada dan juga untuk menghadapi masalah yang mungkin timbul. Perbincangan seperti ini akan meningkatkan rasa kekitaan di antara pekerja dan dengan sendirinya pula meningkatkan rasa tanggungjawab bersama terhadap sebarang kegiatan kumpulan pekerja yang berkenaan. Rasa keenakan berpadu tenaga dan berpadu fikiran ini telah dinikmati oleh datuk nenek kita dahulu dan rasa indah itu telah diabadikan oleh mereka dengan pepatah:

“Bulat air kerana pembentung, bulat manusia kerana muafakat”.

“Hati gajah sama dilapah, hati kuman sama dicecah”.

Cara berpadu fikiran ini jualah yang sekarang selalu dibincangkan dengan nama barunya itu “kumpulan kawalan mutu’, (quality control circle). Allah juga memerintahkan manusia menyelesaikan sekalian masalah mereka dengan perbincangan atau bermesyuarat seperti firman-Nya:

“Dan urusan mereka dijalankan secara bermesyuarat sesama mereka”.
(Asy-Syuraa : 38)


ETIKA KERJA KELIMA:

Bekerja Dengan Matlamat Kebahagiaan Manusia Sejagat

Islam adalah agama untuk manusia sejagat. Dengan itu ajaran Islam (berpunca daripada Al-Quran dan hadis) juga adalah untuk manusia seluruhnya. Maka etika kerja kelima ini adalah wajar, kerana maju mundurnya pembangunan negara Malaysia ini akan memberi kesan jua kepada negara lain di dunia. Namun demikian patut dikemukakan di sini firman Allah yang bermaksud :

‘Tidak ada paksaan dalam agama (Islam)’.
(Al-Baqarah : 256)

Juga firman Allah S.W.T. yang bermaksud:

"Wahai orang yang beriman, hendaklah kamu sentiasa menjadi orang yang menegakkan keadilan kerana Allah, lagi menerangkan kebenaran; dan jangan sekali-kali kebencian kamu terhadap sesuatu kaum itu mendorong kamu kepada tidak melakukan keadilan".
(Al-Maidah : 8)

Ayat yang pertama di atas ini menjelaskan bahawa walaupun Islam itu ialah agama untuk semua manusia tetapi orang yang tidak menganuti Islam tidak boleh dipaksa untuk memeluk Islam. Ayat yang kedua pula melarang kita daripada berlaku tidak adil terhadap sesuatu kaum walaupun kita benci kepada kaum tersebut. Kedua-dua ayat tersebut memberi pengertian bahawa setiap pekerja hendaklah memberi layanan dan khidmat yang sama kepada semua orang tanpa mengira kaum ataupun agama orang yang berkaitan, menurut ajaran Islam. Di samping itu, sewajarnya kita berusaha menurut ajaran hadith yang bermaksud:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang tiada menyukar-nyukarkan pekerjaan dan yang jernih mukannya dalam menghadapi manusia."
(Riwayat Al-Baihaqi)


KESIMPULAN

Sebagai sebuah negara yang mengakui di dalam perlembagaan bahawa Islam itu ialah agama rasminya, Malaysia sudah semestinya terus menerus meningkatkan usaha menerapkan nilai-nilai Islam di dalam setiap bidang kegiatan kerajaan. Namun demikian oleh kerana segala kegiatan kerajaan itu melibatkan manusia maka sewajarnya setiap pekerja (termasuk pekerja Badan-Badan Berkanun) diberi bimbingan khusus dari semasa ke semasa untuk melengkapkan mereka sebagai pekerja yang akan melaksanakan tugasnya selaras dengan ajaran Islam. Dari pihak pekerja sendiri, mereka hendaklah sentiasa sedar dan berusaha untuk menunaikan tugas mereka menurut ajaran Islam, ajaran yang mementingkan kebahagiaan umat manusia sejagat. Wajarlah bagi setiap pekerja menghayati firman Allah S.W.T. yang bermaksud:

“Dan bahawa sesungguhnya inilah jalan-Ku (agama Islam) yang lurus, maka hendaklah kamu menurutnya; dan janganlah kamu menurut jalan-jalan (yang lain dari pada Islam), kerana jalan-jalan (yang lain itu) mencerai-beraikan kamu dari jalan Allah’.
(Al-An’am : 153)

http://www.geocities.com/alazhar_mirc/etika.htm

[+/-] Selengkapnya...

Pemerintah Berencana Lelang Sukuk Pekan Depan

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan melakukan Lelang Penjualan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara seri IFR0003 (reopening) IFR0005, IFR0006 dan IFR0007 untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN, minggu depan.

Kepala Biro Humas Depkeu Harry Soeratin dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, mengatakan lelang dilaksanakan pada 19 Januari 2010 dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan Bank Indonesia sebagai Agen Lelang SBSN.

Lelang bersifat terbuka (open auction), menggunakan metode harga beragam (multiple price).

Ke empat seri sukuk yang akan dilelang memiliki tanggal jatuh tempo sebagai berikut: seri IFR0003 (reopening) dengan tanggal jatuh tempo 15 September 2015, IFR0005 jatuh tempo 15 Januari 2017, IFR0006 jatuh tempo 15 Januari 2020 dan IFR0007 jatuh tempo 15 Januari 2025 dengan rencana indikatif sebesar Rp1 triliun.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.08/2009 tanggal 2 Februari 2009, lelang dapat diikuti oleh Peserta Lelang dengan mengajukan penawaran pembelian kompetitif serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan mengajukan penawaran pembelian non-kompetitif.

Peserta lelang adalah dari Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Permata, Bank Panin, HSBC, OCBC NISP, Standarg Chartered Bank, Bank CIMB Niaga, Bank Internasional Indonesia, Citibank, BPD Jawa Barat dan Banten serta Perusahaan Efek Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Trimegah Securities dan Bahana Securities.

Pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian kompetitif (competitive bids) akan membayar sesuai dengan yield yang diajukan. Pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian non-kompetitif (non-competitive bids) akan membayar sesuai dengan yield rata-rata tertimbang (weighted average yield) dari penawaran pembelian kompetitif yang dinyatakan menang.

Alokasi pembelian non-kompetitif masing-masing adalah sebesar tiga puluh per seratus dari jumlah penawaran yang dinyatakan menang. Pemerintah memiliki hak untuk menjual seri SBSN tersebut lebih besar atau lebih kecil dari target indikatif yang ditentukan.

Lelang dibuka 19 Januari 2010 pukul 10.00 WIB dan ditutup pukul 12.00 WIB, sedangkan setelmen SBSN seri IFR0003, IFR0005, IFR0006, dan IFR0007 akan dilaksanakan pada 21 Januari 2010 atau 2 hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang (T+2).

Penerbitan SBSN dengan cara lelang ini menggunakan underlying asset berupa Barang Milik Negara (BMN)yang telah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pada 31 Agustus 2009.

Selain itu juga telah memenuhi persyaratan seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04/PMK.8/2009 tentang Pengelolaan Aset Surat Berharga Syariah Negara Yang Berasal Dari Barang Milik Negara.

SBSN seri IFR0003, IFR0005, IFR0006, dan IFR0007 akan diterbitkan dengan menggunakan akad Ijarah Sale & Lease Back yang telah mendapatkan Pernyataan Kesesuaian Syariah dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-373/DSN-MUI/X/2009 tanggal 20 Oktober 2009.

Bertindak sebagai penerbit SBSN seri IFR0003, IFR0005, IFR0006, dan IFR0007 adalah Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia yang merupakan badan hukum yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan didirikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2008 khusus untuk menerbitkan SBSN.(*)

Sumber : www.antara.co.id

[+/-] Selengkapnya...